sugeng rawuh sedaya mawon

sugeng rawuh kanca-kanca yuk sami gabung

Sabtu, 07 Desember 2013

workshop pengembangan kurik


harya penangsan mas

Arya Penangsang
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Arya Penangsang atau Arya Jipang atau Ji Pang Kang[1] adalah Bupati Jipang Panolan yang memerintah pada pertengahan abad ke-16. Ia melakukan pembunuhan terhadap Sunan Prawoto, penguasa terakhir Kerajaan Demak tahun 1549, namun dirinya sendiri kemudian tewas ditumpas para pengikut Hadiwijaya, penguasa Pajang. Riwayat mengenai Arya Penangsang tercantum dalam beberapa serat dan babad yang ditulis ulang pada periode bahasa Jawa Baru (abad ke-19), seperti Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda. Arya Penangsang juga terkenal sakti mandraguna.
Daftar isi
Silsilah
Menurut Serat Kanda, Ayah dari Arya Penangsang adalah Raden Kikin atau sering disebut sebagai Pangeran Sekar, putra Raden Patah raja Demak pertama. Ibu Raden Kikin adalah putri bupati Jipang sehingga ia bisa mewarisi kedudukan kakeknya. Selain itu Arya Penangsang juga memiliki saudara lain ibu bernama Arya Mataram.
Pada tahun 1521 anak pertama Raden Patah yang bernama Adipati Kudus (orang Portugis menyebutnya Pate Unus, dikenal juga sebagai Pangeran Sabrang Lor karena melakukan penyerangan ke Malaka yang dikuasai Portugis) gugur dalam perang. Kedua adiknya, yaitu Raden Kikin dan Raden Trenggana, malah berebut takhta. Raden Mukmin atau yang disebut juga sebagai Sunan Prawoto (putra pertama Raden Trenggana) membunuh Raden Kikin sepulang salat Jumat di tepi sungai dengan menggunakan keris Kyai Setan Kober yang dicurinya dari Sunan Kudus. Sejak itu, Raden Kikin terkenal dengan sebutan Pangeran Sekar Seda ing Lepen ("Bunga yang gugur di sungai").
Sepeninggal ayahnya, Arya Penangsang menggantikan sebagai bupati Jipang Panolan. Saat itu usianya masih anak-anak, sehingga pemerintahannya diwakili Patih Matahun. Ia dibantu oleh salah satu senapati Kadipaten Jipang yang terkenal bernama Tohpati. Wilayah Jipang Panolan sendiri terletak di sekitar daerah Cepu, Blora, Jawa Tengah.
Aksi pembunuhan
Trenggana naik takhta Kerajaan Demak sejak tahun 1521. Pemerintahannya berakhir saat ia gugur di Panarukan, Situbondo tahun 1546. Raden Mukmin menggantikan sebagai raja keempat bergelar Sunan Prawoto.
Pada tahun 1549 Arya Penangsang dengan dukungan gurunya, yaitu Sunan Kudus, membalas kematian Raden Kikin dengan mengirim utusan bernama Rangkud untuk membunuh Sunan Prawoto dengan Keris Kyai Setan Kober. Rangkud sendiri tewas pula, saling bunuh dengan korbannya itu.
Ratu Kalinyamat, adik Sunan Prawoto, menemukan bukti kalau Sunan Kudus terlibat pembunuhan kakaknya. Ia datang ke Kudus meminta pertanggungjawaban. Namun jawaban Sunan Kudus bahwa Sunan Prawoto mati karena karma membuat Ratu Kalinyamat kecewa.
Ratu Kalinyamat bersama suaminya pulang ke Jepara. Di tengah jalan mereka diserbu anak buah Arya Penangsang. Ratu Kalinyamat berhasil lolos, sedangkan suaminya, yang bernama Pangeran Hadari, terbunuh.
Arya Penangsang kemudian mengirim empat orang utusan membunuh saingan beratnya, yaitu Hadiwijaya, menantu Trenggana yang menjadi bupati Pajang. Meskipun keempatnya dibekali keris pusaka Kyai Setan Kober, namun, mereka tetap dapat dikalahkan Hadiwijaya dan dipulangkan secara hormat.
Hadiwijaya ganti mendatangi Arya Penangsang untuk mengembalikan keris Kyai Setan Kober. Keduanya lalu terlibat pertengkaran dan didamaikan Sunan Kudus. Hadiwijaya kemudian pamit pulang, sedangkan Sunan Kudus menyuruh Penangsang berpuasa 40 hari untuk menghilangkan Tuah Rajah Kalacakra yang sebenarnya akan digunakan untuk menjebak Hadiwijaya tetapi malah mengenai Arya Penangsang sendiri pada waktu bertengkar dengan Hadiwijaya karena emosi Aryo Penangsang sendiri yang labil.
Sayembara
Dalam perjalanan pulang ke Pajang, rombongan Hadiwijaya singgah ke Gunung Danaraja tempat Ratu Kalinyamat bertapa. Ratu Kalinyamat mendesak Hadiwijaya agar segera menumpas Arya Penangsang. Ia,, yang mengaku sebagai pewaris takhta Sunan Prawoto, berjanji akan menyerahkan Demak dan Jepara jika Hadiwijaya menang.
Hadiwijaya segan memerangi Penangsang secara langsung karena merasa sebagai sama-sama murid Sunan Kudus dan sesama anggota keluarga Demak. Maka diumumkanlah sayembara, barangsiapa dapat membunuh bupati Jipang tersebut, akan memperoleh hadiah berupa tanah Pati dan Mataram.
Kedua kakak angkat Hadiwijaya, yaitu Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi mendaftar sayembara. Hadiwijaya memberikan pasukan Pajang dan memberikan Tombak Kyai Plered untuk membantu karena anak angkatnya, yaitu Sutawijaya (putra kandung Ki Ageng Pemanahan ikut serta.
Kematian
Ketika pasukan Pajang datang menyerang Jipang, Arya Penangsang sedang akan berbuka setelah keberhasilannya berpuasa 40 hari. Surat tantangan atas nama Hadiwijaya membuatnya tidak mampu menahan emosi. Apalagi surat tantangan itu dibawa oleh pekatik-nya (pemelihara kuda) yang sebelumnya sudah dipotong telinganya oleh Pemanahan dan Penjawi. Meskipun sudah disabarkan Arya Mataram, Penangsang tetap berangkat ke medan perang menaiki kuda jantan yang bernama Gagak Rimang.
Kuda Gagak Rimang dengan penuh nafsu mengejar Sutawijaya yang mengendarai kuda betina, melompati bengawan. Perang antara pasukan Pajang dan Jipang terjadi di dekat Bengawan Sore. Akibatnya perut Arya Penangsang robek terkena tombak Kyai Plered milik Sutawijaya. Meskipun demikian Penangsang tetap bertahan. Ususnya yang terburai dililitkannya pada gagang keris yang terselip di pinggang.
Penangsang berhasil meringkus Sutawijaya. Saat mencabut keris Setan Kober untuk membunuh Sutawijaya, usus Arya Penangsang terpotong sehingga menyebabkan kematiannya.
Dalam pertempuran itu Ki Matahun, patih Jipang, tewas pula, sedangkan Arya Mataram meloloskan diri. Sejak awal, Arya Mataram memang tidak pernah sependapat dengan kakaknya yang mudah marah itu.
Dampak budaya
Kisah kematian Arya Penangsang melahirkan tradisi baru dalam seni pakaian Jawa, khususnya busana pengantin pria. Pangkal keris yang dipakai pengantin pria seringkali dihiasi untaian bunga mawar dan melati. Ini merupakan lambang pengingat supaya pengantin pria tidak berwatak pemarah dan ingin menang sendiri sebagaimana watak Arya Penangsang.
Tapi bagi masyarakat sekitar Cepu entah itu yang berada di Kabupaten Blora maupun Kabupaten Bojonegoro berpendapat lain. Untaian bunga melati pada keris pengantin pria Jawa diibaratkan sebagai lambang kegagahan Arya Penangsang. Meskipun telah terburai isi perutnya, namun Arya Penangsang tetap masih mampu tegap berdiri hingga titik darah penghabisan. Dari perlambang itu, diharapkan sang pengantin laki-laki kelak bisa menjaga kemakmuran, kebahagiaan, keutuhan dan kehormatan rumah tangga meski dalam keadaan kritis seperti apa pun. Seperti halnya Arya Penangsang yang tetap memegang prinsip hingga ajal tiba.
Lihat pula
Kepustakaan
  • Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
  • H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
  • Hayati dkk. 2000. Peranan Ratu Kalinyamat di jepara pada Abad XVI. Jakarta: Proyek Peningkatan Kesadaran Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional
  • M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
  • Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius
Catatan kaki
1.      ^ (Indonesia) Muljana, Slamet (2005). Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara. PT LKiS Pelangi Aksara. hlm. 70. ISBN 9798451163.ISBN 978-979-8451-16-4


Senin, 15 April 2013

adus coy



kurikulum basa jawa 2013

draft STANDAR ISI DAN STANDAR KOMPETENSI LULUSAN MATA PELAJARAN MUATAN LOKAL BAHASA JAWA SMP/MTs A. LATAR BELAKANG Salah satu implikasi diberlakukannya Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah terstandarisasikan program pembelajaran yang berlangsung di sekolah-sekolah formal Ketentuan mengenai standarisasi pendidikan nasional tersebut diatur melalui Pasal 35 hingga Pasal 38 UU No. 20 Tahun 2003. Pasal 36 ayat (2) UUNo. 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa “Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan denganprinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik” (UU No. 20 Tahun 2003). Pada pasal tersebut dijelaskan bahwa kurikulum pengajaran dikembangkan dengan prinsip diversifikasi yang sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. kepala sekolah dapat mendorong atau menghambat efektivitas kerja guru. Salah satu muatan dalam kurikulum yang mengacu pada potensi daerah adalah pembelajaran Bahasa Daerah. Standar kompetensi mata pelajaran Mulok bahasa daerah seperti halnya mata pelajaran bahasa lainnya, berorientasi pada hakikat pemelajaran bahasa yaitu belajar berbahasa sebagai belajar berkomunikasi. Oleh karena itu pembelajaran Mulok bahasa daerah diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi baik secara lisan maupun tertulis (Depdiknas, 2004: 11). Standar kompetensi tersebut di atas dimaksudkan agar siswa siap mengakses situasi dan perkembangan multiglobal dan lokal yang berorientasi pada keterbukaan. Kurikulum Mulok bahasa Jawa diarahkan agar siswa terbuka terhadap beraneka ragam informasi yang hadir di sekitarnya. Kompetensi yang dikembangkan dalam pembelajaran bahasa meliputi kompetensi mendengar, berbicara, membaca dan menulis. Standar kompetensi mendengar adalah memahami berbagai makna dalam berbagai teks lisan interaksional. Kompetensi berbicara mencakup kemampuan mengungkapkan berbagai makna dalam berbagai teks lisan interaksional. Kompetensi membaca meliputi kemampuan memahami berbagai makna dalam berbagai teks tulis interaksional. Adapun kompetensi menulis meliputi kemampuan mengungkapkan berbagai makna dalam berbagai teks tulis interaksional (Depdiknas, 2004: 16-17). B. TUJUAN Mata pelajaran Bahasa Jawa bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami bahasa Jawa dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan 2. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika (unggah-ungguh) yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis 3. Menggunakan bahasa Jawa untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial 4. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa 5. Menghargai dan membanggakan sastra Jawa sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. C. KOMPETENSI YANG DIHARAPKAN DICAPAI Kompentensi yang diharapkan dicapai atau dikuasai oleh peserta didik dalam pembelajaran bahasa Jawa adalah penguasaan keterampilan berbahasa sebagai sarana berkomunkasi. Dalam hal ini yang dimaksud adalah peserta didik memiliki keterampilan menggunakan bahasa Jawa sesuai dengan norma dan etika berbahasa Jawa baik secara lisan maupun tertulis. Penguasaan keterampilan berbahasa Jawa secara tertulis mengarahkan peserta didik pada keterampilan menyampaikan ide, gagasan, pemikiran dan pendapat secara tertulis yang dipandu dengan rambu-rambu dan kaidah teknik penulisan (EYD). Sementara itu, etika dan norma berbahasa Jawa menuntun peserta didik pada kepekaan rasa menghormati dan menghagai antarsesamanya melalui sikap dan diksi yang sesuai ketika berkegiatan kebahasaan. Dikuasainya bahasa Jawa sebagai sarana berkomunikasi baik lisan maupun tertulis, baik dengan teman sebaya maupun dengan orang yang lebih tua dengan tidak meninggalkan unggah-ungguh. Pengetahuan bahasa seperti arane kembang, anak kewan, papan panggonan, dan kagunan bahasa yang lain seperti wangsalan, paribasan, parikan dsb tetap diajarkan terintegrasi dalam pembelajaran mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Jadi, tidak secara terpisah-pisah namun dalam rangka memperlancar komunikasi. Bagaimana anak bisa bercerita/ mendeskripsikan suatu benda dengan lancar bila ia tidak menguasai nama-nama benda tersebut. Dengan kata lain tujuan pembelajaran bahasa Jawa di sekolah agar siswa terampil berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Jawa yang laras dan leres, laras sesuai dengan kaidah unggah-ungguh, leres dalam hal penggunaan kosa kata yang benar. D. STRATEGI Atas dasar latar belakang kondisi bahasa Jawa tersebut, strategi yang seyogyanya digunakan adalah strategi yang disusun berdasar berbagai model-model pembelajaran yang tentu saja sesuai dengan kebutuhan siswa di setiap tingkat pendidikan. Oleh karena itu, strategi pembelajaran bersifat eklektif yang mempertimbangkan (1) keaktifan siswa, (2) memunculkan inovatif baru, (3) member peluang siswa berkreatif, (4) disampaikan dengan cara yang menyenangkan. Dalam kaitan ini, misalnya pembelajaran tembang dipandang sebagai sarana yang menyenangkan untuk belajar aspek lain seperti aspek budi pekerti. Dengan demikian, strategi yang digunakan dalam kurikulum ini adalah strategi PAIKEM. Strategi ini merupakan gabungan strategi yang menekankan pada keaktifan siswa, memunculkan inovasi-inovasi serta kreativitas dengan penyampaian yang menyenangkan. Strategi Paikem juga memungkinkan pembelajaran bahasa Jawa tidak sekadar terpaku pada sebuah pokok bahasan saja melainkan terbuka kemungkinan untuk saling menggabungkan berbagai kompetensi dasar yang saling menunjang (terintegratif). E. PENDEKATAN Bahasa Jawa bagi masyarakat Jawa bukan hanya sekadar alat komunikasi antar individu semata, melainkan juga alat ekspresi budaya. Sebagai alat komunikasi, kurikulum harus disusun didasarkan pada ranah-ranah komunikasi yang semestinya. Tingkat sekolah dasar misalnya, untuk kelas rendah seyogyanya diarahkan pada ranah keluarga dan pada kelas tinggi pada ranah social. Semakin tinggi pembelajaran bahasa Jawa diarahkan pada ranah social budaya. Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan dalam kurikulum ini adalah pendekatan komunikatif yang didasarkan pada kebudayaan Jawa. Dengan demikian, inti pembelajaran bahasa Jawa yaitu kesantunan dan unggah ungguh menjadi landasan yang fundamental. F. RAMBU RAMBU PEMBELAJARAN BAHASA JAWA Kurikulum Bahasa Jawa dilaksanakan dengan rambu-rambu sebagai berikut. 1. Kegiatan Belajar Mengajar Bahasa Jawa menggunakan Bahasa Jawa Komunikatif. 2. Pembelajaran dilaksanakan dari materi yang sangat sederhana sampai tataran yang komplek. 3. Seluruh Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang ada di kurikulum disampaikan kepada anak didik. 4. Tujuan Pembelajaran Bahasa Jawa adalah agar anak terampil menggunakan Bahasa Jawa dengan 4 aspek bahasa (mendengarkan, berbicara,membaca dan menulis). 5. Waktu pembelajaran 2 jam perminggu sekali pertemuan apabila dirasa kurang waktu dapat menambah di luar jam formal. 6. Pada aspek mendengarkan hendaknya guru dapat mengatur kemampuan mendengarkan di tiap jenjang kelas. 7. Ragam bahasa yang digunakan dalam bahasa jawa menyesuaikan dengan kurikulum, tetapi harus memperhatikan tingkat kedalamannya. 8. Pembelajaran Bahasa Jawa hendaknya memelihara bahasa lokal atau dialek. 9. Pembelajaran bahasa jawa hendaknya menjunjung tinggi kesantunan dan kearifan lokal yang ada. 10. Kompetensi Berbahasa Jawa anak didik akan lebih cepat dan lebih melekat melalui pembiasaan dan praktik. 11. Hasil evaluasi hendaknya mencerminkan penguasaan kompetensi dasar oleh setiap anak didik . 12. Kegiatan pembelajaran Bahasa Jawa akan lebih bermakna apabila dilaksanakan dengan menggunakan identitas jawa, suasana jawa dan kontek jawa. 13. Perlu ada buku pegangan guru yang memuat tentang Kawruh Basa, Paramasastra,Kasusastran dan Kamus Basa jawa untuk memperkaya wawasan guru. 14. Standar kelulusan dapat tercapai, bila standar kompetensi terpenuhi. Standar kompetensi bisa terpenuhi, bila kompetensi dasar telah dimiliki anak didik. Sedangkan kompetensi dasar dapat dimiliki anak didik apabila indikator didalam kegiatan belajar mengajar jelas dan dapat dlaksanakan dengan baik oleh guru. 15. Pembelajaran Bahasa Jawa diharapkan mampu mengangkat identitas Budaya Jawa dan pembentukan karakter bangsa. STANDAR ISI MATA PELAJARAN MUATAN LOKAL BAHASA JAWA SMP/MTs meliputi: 1 Kelas 7 (tujuh), semester 1 (satu) No. STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR 1. MENDENGARKAN Mampu mendengarkan dan memahami wacana lisan dalam berbagai ragam bahasa Jawa. 1.1 Mendengarkan percakapan dalam berbagai kegiatan dengan teman sebaya menggunakan ragam bahasa yang sesuai dengan unggah ungguh 1.2 Mendengarkan cerita teman tentang budi pekerti menggunakan ragam krama 2. BERBICARA Mampu mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan, dan perasaan secara lisan melalui berbicara, bertelepon, dan berdialog dalam berbagai ragam bahasa Jawa sesuai unggah-ungguh. 2.1. Berdialog sesuai dengan unggah ungguh 2.2. Menelepon atau menyampaikan pesan lisan sesuai dengan unggah ungguh 3. MEMBACA Mampu membaca bacaan sastra, nonsastra dalam berbagai teknik membaca, dan bacaan berhuruf Jawa. 3.1 Membaca nyaring naskah pengumuman. 3.2 Membaca indah geguritan 3.3 Membaca kalimat berhuruf Jawa yang menggunakan pasangan 4. MENULIS Mampu mengungkapkan pikiran, gagasan, pendapat, dan perasaan dalam berbagai jenis karangan menggunakan ragam bahasa Jawa sesuai unggah ungguh dan menulis kalimat berhuruf Jawa. 4.1 Menulis pengalaman pribadi dengan menggunakan ragam bahasa yang sesuai 4.2 Menulis pengumuman (wara-wara) 4.3 Menulis kalimat sederhana berhuruf Jawa menggunakan pasangan 2 Kelas 7 (tujuh), semester 2 (dua) No. STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR 1. MENDENGARKAN Mampu mendengarkan dan memahami wacana lisan dalam berbagai ragam bahasa Jawa. 1.1 Mendengarkan percakapan dalam berbagai kegiatan di sekolah atau di rumah dengan menggunakan ragam krama 1.2 Mendengarkan berita yang disiarkan melalui radio, televisi, atau media lain. 2. BERBICARA Mampu mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan, dan perasaan secara lisan melalui bercerita dan berdialog dalam berbagai ragam bahasa Jawa sesuai unggah-ungguh 2.1 Bercerita dengan tema tertentu menggunakan ragam bahasa yang sesuai. 2.3 Berdialog dengan tema tertentu menggunakan ragam bahasa yang sesuai. 3. MEMBACA Mampu membaca bacaan sastra, nonsastra dalam berbagai teknik membaca, dan bacaan berhuruf Jawa. 3.1 Membaca pemahaman bacaan sastra cerita wayang Ramayana 3.2 Membaca indah tembang macapat Durma. 3.3 Membaca paragraf sederhana berhuruf Jawa yang menggunakan pasangan 4. MENULIS Mampu mengungkapkan pikiran, gagasan, pendapat, dan perasaan dalam berbagai jenis karangan menggunakan ragam bahasa Jawa sesuai unggah-ungguh dan menulis paragraf sederhana berhuruf Jawa. 4.1 Menulis karangan deskripsi 4.2 Menulis naskah dialog sederhana sesuai unggah-ungguh basa 4.3. Menulis sebuah paragraf sederhana berhuruf Jawa menggunakan pasangan 4 Kelas 8 (delapan), semester 1 (satu) No. STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR 1. MENDENGARKAN Mampu mendengarkan dan memahami wacana lisan dalam berbagai ragam bahasa Jawa. 1.1 Mendengarkan cerita asal-usul suatu daerah (legenda) 1.2 Mendengarkan pengumuman (wara-wara) tentang kegiatan di sekolah 2. BERBICARA Mampu mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan, dan perasaan secara lisan melalui bercerita dan berdialog dalam berbagai ragam bahasa Jawa sesuai unggah-ungguh 2.1 Bercerita tentang pengalaman yang mengesankan dengan menggunakan ragam bahasa yang sesuai. 2.2 Melakukan percakapan dengan orang yang lebih tua. 3. MEMBACA Mampu membaca bacaan sastra, nonsastra dalam berbagai teknik membaca, dan bacaan berhuruf Jawa. 3.1 Membaca pemahaman bacaan nonsastra dengan tema tertentu. 3.2 Membaca indah geguritan. 3.3 Membaca paragraf berhuruf Jawa dengan pengenalan angka 4. MENULIS Mampu mengungkapkan pikiran, gagasan, pendapat, dan perasaan dalam berbagai jenis karangan menggunakan ragam bahasa Jawa sesuai unggah-ungguh dan menulis paragraf berhuruf Jawa. 4.1 Menulis mengenai keterampilan hidup. 4.2 Menulis laporan kunjungan ke suatu tempat. 4.3 Menulis paragraf berhuruf Jawa dengan menggunakan angka yang terdiri atas 5-7 kalimat. 2 Kelas 8 (delapan), semester 2 (dua) No. STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR 1. MENDENGARKAN Mampu mendengarkan dan memahami wacana lisan dalam berbagai ragam bahasa Jawa. Mendengarkan sandiwara tradisional (misal kethoprak) 2. BERBICARA Mampu mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan, dan perasaan secara lisan sesuai unggah-ungguh. 2.1 Berpidato dengan menggunakan bahasa krama alus. 2.2 Bercerita tentang pengalaman yang berkesan menggunakan bahasa krama alus. 3. MEMBACA Mampu membaca bacaan sastra, nonsastra dalam berbagai teknik membaca, dan bacaan berhuruf Jawa. 3.1 Membaca indah cerkak 3.2 Membaca indah tembang Asmaradana. 3.3 Membaca dua paragraf berhuruf Jawa dengan mengenalkan aksara swara 4. MENULIS Mampu mengungkapkan pikiran, gagasan, pendapat, dan perasaan dalam berbagai jenis karangan menggunakan ragam bahasa Jawa sesuai unggah-ungguh dan menulis paragraf berhuruf Jawa. 4.1 Menulis surat undangan. 4.2 Menulis dua paragraf berhuruf Jawa dengn menggunakan aksara swara. 4 Kelas 9 (sembilan), semester 1 (satu) No. STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR 1. MENDENGARKAN Mampu mendengarkan dan memahami wacana lisan dalam berbagai ragam bahasa Jawa. 1.1 Mendengarkan sandiwara modern (masa kini ) 1.2 Mendengarkan cerita rakyat 2. BERBICARA Mampu mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan, dan perasaan melalui bercerita sesuai unggah-ungguh. 2.1 Berdialog dengan warga masyarakat dengan tema tertentu sesuai unggah ungguh. 2.2 Bercerita tentang adat-istiadat sesuai unggah ungguh. 3. MEMBACA Mampu membaca bacaan sastra, nonsastra dalam berbagai teknik membaca, dan bacaan berhuruf Jawa. 3.1 Membaca nyaring cerita wayang Ramayana. 3.2 Membaca indah tembang Sinom. 3.3 Membaca paragraf berhuruf Jawa yang menerapkan aksara rekan 4. MENULIS Mampu mengungkapkan pikiran, gagasan, pendapat, dan perasaan dalam berbagai jenis karanganmenggunakan ragam bahasa Jawa sesuai unggah-ungguhdan menulis paragraf berhuruf Jawa. 4.1 Menulis susastra Jawa, misalnya geguritan atau cerkak. 4.2 Menulis paragraf berhuruf Jawa degan menerapkan aksara rekan. 5 Kelas 9 (sembilan), semester 2 (dua) No. STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR 1. MENDENGARKAN Mampu mendengarkan dan memahami wacana lisan dalam berbagai ragam bahasa Jawa. Mendengarkan pidato upacara adat dengan ragam krama alus (misal: bersih dusun, sedekah laut, tirakatan HUT RI dll) 2. BERBICARA Mampu mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan, dan perasaan melalui bercerita dalam berbagai ragam bahasa Jawa sesuai unggah-ungguh. Bercerita tentang peristiwa aktual sesuai unggah ungguh. 3. MEMBACA Mampu membaca bacaan sastra, nonsastra dalam berbagai teknik membaca, dan bacaan berhuruf Jawa. 3.1 Membaca pemahaman teks upacara adat. 3.2 Membaca paragraf berhuruf Jawa yang menerapkan aksara rekan. 4. MENULIS Mampu mengungkapkan pikiran, gagasan, pendapat, dan perasaan dalam berbagai jenis karanganmenggunakan ragam bahasa Jawa sesuai unggah-ungguhdan menulis paragraf berhuruf Jawa. 4.1 Menulis teks pidato. 4.2 Menulis paragraf berhuruf Jawa dengan menerapkan aksara rekan.

Jumat, 15 Maret 2013

makalah penilian

Macam-Macam Metode pembelajaran : 1. Metode Ceramah Metode pembelajaran ceramah adalah penerangan secara lisan atas bahan pembelajaran kepada sekelompok pendengar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam jumlah yang relatif besar. Seperti ditunjukkan oleh Mc Leish (1976), melalui ceramah, dapat dicapai beberapa tujuan. Dengan metode ceramah, guru dapat mendorong timbulnya inspirasi bagi pendengarnya. Gage dan Berliner (1981:457), menyatakan metode ceramah cocok untuk digunakan dalam pembelajaran dengan ciri-ciri tertentu. Ceramah cocok untuk penyampaian bahan belajar yang berupa informasi dan jika bahan belajar tersebut sukar didapatkan. 2. Metode Diskusi Metode pembelajaran diskusi adalah proses pelibatan dua orang peserta atau lebih untuk berinteraksi saling bertukar pendapat, dan atau saling mempertahankan pendapat dalam pemecahan masalah sehingga didapatkan kesepakatan diantara mereka. Pembelajaran yang menggunakan metode diskusi merupakan pembelajaran yang bersifat interaktif (Gagne & Briggs. 1979: 251). Menurut Mc. Keachie-Kulik dari hasil penelitiannya, dibanding metode ceramah, metode diskusi dapat meningkatkan anak dalam pemahaman konsep dan keterampilan memecahkan masalah. Tetapi dalam transformasi pengetahuan, penggunaan metode diskusi hasilnya lambat dibanding penggunaan ceramah. Sehingga metode ceramah lebih efektif untuk meningkatkan kuantitas pengetahuan anak dari pada metode diskusi. 3. Metode Demonstrasi Metode pembelajaran demontrasi merupakan metode pembelajaran yang sangat efektif untuk menolong siswa mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seperti: Bagaimana cara mengaturnya? Bagaimana proses bekerjanya? Bagaimana proses mengerjakannya. Demonstrasi sebagai metode pembelajaran adalah bilamana seorang guru atau seorang demonstrator (orang luar yang sengaja diminta) atau seorang siswa memperlihatkan kepada seluruh kelas sesuatau proses. Misalnya bekerjanya suatu alat pencuci otomatis, cara membuat kue, dan sebagainya. Kelebihan Metode Demonstrasi : a. Perhatian siswa dapat lebih dipusatkan. b. Proses belajar siswa lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari. c. Pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam diri siswa. Kelemahan metode Demonstrasi : a. Siswa kadang kala sukar melihat dengan jelas benda yang diperagakan. b. Tidak semua benda dapat didemonstrasikan. c. Sukar dimengerti jika didemonstrasikan oleh pengajar yang kurang menguasai apa yang didemonstrasikan 4. Metode Ceramah Plus Metode Pembelajaran Ceramah Plus adalah metode pengajaran yang menggunakan lebih dari satu metode, yakni metode ceramah yang dikombinasikan dengan metode lainnya. Ada tiga macam metode ceramah plus, diantaranya yaitu: a. Metode ceramah plus tanya jawab dan tugas b. Metode ceramah plus diskusi dan tugas c. Metode ceramah plus demonstrasi dan latihan (CPDL) 5. Metode Resitasi Metode Pembelajaran Resitasi adalah suatu metode pengajaran dengan mengharuskan siswa membuat resume dengan kalimat sendiri. Kelebihan Metode Resitasi adalah : a. Pengetahuan yang diperoleh peserta didik dari hasil belajar sendiri akan dapat diingat lebih lama. b. Peserta didik memiliki peluang untuk meningkatkan keberanian, inisiatif, bertanggung jawab dan mandiri. Kelemahan Metode Resitasi adalah : a. Kadang kala peserta didik melakukan penipuan yakni peserta didik hanya meniru hasil pekerjaan orang lain tanpa mau bersusah payah mengerjakan sendiri. b. Kadang kala tugas dikerjakan oleh orang lain tanpa pengawasan. c. Sukar memberikan tugas yang memenuhi perbedaan individual. 6. Metode Eksperimental Metode pembelajaran eksperimental adalah suatu cara pengelolaan pembelajaran di mana siswa melakukan aktivitas percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri suatu yang dipelajarinya. Dalam metode ini siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri dengan mengikuti suatu proses, mengamati suatu obyek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang obyek yang dipelajarinya. 7. Metode Study Tour (Karya wisata) Metode study tour Study tour (karya wisata) adalah metode mengajar dengan mengajak peserta didik mengunjungi suatu objek guna memperluas pengetahuan dan selanjutnya peserta didik membuat laporan dan mendiskusikan serta membukukan hasil kunjungan tersebut dengan didampingi oleh pendidik. 8. Metode Latihan Keterampilan Metode latihan keterampilan (drill method) adalah suatu metode mengajar dengan memberikan pelatihan keterampilan secara berulang kepada peserta didik, dan mengajaknya langsung ketempat latihan keterampilan untuk melihat proses tujuan, fungsi, kegunaan dan manfaat sesuatu (misal: membuat tas dari mute). Metode latihan keterampilan ini bertujuan membentuk kebiasaan atau pola yang otomatis pada peserta didik. 9. Metode Pengajaran Beregu Metode pembelajaran beregu adalah suatu metode mengajar dimana pendidiknya lebih dari satu orang yang masing-masing mempunyai tugas.Biasanya salah seorang pendidik ditunjuk sebagai kordinator. Cara pengujiannya,setiap pendidik membuat soal, kemudian digabung. Jika ujian lisan maka setiapsiswa yang diuji harus langsung berhadapan dengan team pendidik tersebut 10. Peer Theaching Method Metode Peer Theaching sama juga dengan mengajar sesama teman, yaitu suatu metode mengajar yang dibantu oleh temannya sendiri. 11. Metode Pemecahan Masalah (problem solving method) Metode problem solving (metode pemecahan masalah) bukan hanyasekadar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebabdalam problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya yang dimulaidengan mencari data sampai pada menarik kesimpulan. Metode problem solving merupakan metode yang merangsang berfikir danmenggunakan wawasan tanpa melihat kualitas pendapat yang disampaikan olehsiswa. Seorang guru harus pandai-pandai merangsang siswanya untuk mencobamengeluarkan pendapatnya. 12. Project Method Project Method adalah metode perancangan adalah suatu metode mengajar dengan meminta peserta didik merancang suatu proyek yang akan diteliti sebagai obyek kajian. 13. Taileren Method Teileren Method yaitu suatu metode mengajar dengan menggunakan sebagian-sebagian,misalnya ayat per ayat kemudian disambung lagi dengan ayat lainnya yang tentusaja berkaitan dengan masalahnya 14. Metode Global (ganze method) Metode Global yaitu suatu metode mengajar dimana siswa disuruh membaca keseluruhan materi, kemudian siswa meresume apa yang dapat mereka serap atau ambil intisaridari materi tersebut. PENILAIAN BERBASIS KELAS MATA PELAJARAN BAHASA JAWA Penilaian proses dan hasil belajar bahasa Jawa sebaiknya dilakukan secara terpadu dengan kegiatan belajar mengajar. Oleh karena itu, rencana penilaiannya dilakukan pada saat menyusun silabus yang penjabarannya merupakan bagian dari rencana pelaksanaan pembelajaran. Penilaian berbasis kelas harus memperhatikan tiga ranah, yaitu pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), dan sikap (afektif). Penerapan ketiga ranah ini dilaksanakan secara proporsional sesuai sifat mata pelajaran yang bersangkutan, sebagai contoh mata pelajaran bahasa lebih menitik beratkan pada pengembangan keterampilan berbahasa. Oleh karena itu, penilaiannya harus menitik beratkan pada penilaian terhadap keterampilan berbahasa siswa. PRINSIP PENILAIAN Di sekolah digunakan berbagai bentuk alat evaluasi. Dalam pelaksanaannya, kerap kali terjadi alat evaluasi itu tidak memenuhi persyaratan, bahkan kadang-kadang merugikan siswa. Namun, evaluasi adalah suatu proses. Dalam hubungannya dengan proses belajar mengajar, evaluasi memberikan informasi sampai di mana siswa mencapai tujuan belajarnya. Tujuan utamanya ialah memperbaiki dan meningkatkan hasil belajar. Agar proses evaluasi berjalan sebagaimana mestinya, dalam menyelenggarakan evaluasi perlu diingat beberapa prinsip umum untuk dipedomani. Penilian hasil belajar siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2007, didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut. 1. Sahih (valid), berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur. 2. Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai. 3. Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan siswa karena berkebutukan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender. 4. Terpadu, berarti penilaian merupakan salah satu komponen yang tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran. 5. Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan. 6. Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk mementau perkembangan kemampuan siswa. 7. Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku. 8. Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan. 9. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya. MEKANISME PENILAIAN Penilaian hasil belajar pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan oleh pemerintah, satuan pendidikan, dan pendidik. Penilaian yang dilakukan oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan, bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan siswa, serta untuk meningkatkan efektivitas kegiatan pembelajaran. Penilaian tersebut meliputi kegiatan sebagai berikut. 1. Menginformasikan silabus mata pelajaran yang di dalamnya memuat rancangan dan kriteria penilaian pada awal semester. 2. Mengembangkan indikator pencapaian kompetensi dasar dan memilih teknik penilaian yang sesuai pada saat menyusun silabus mata pelajaran. 3. Mengembangkan instrumen dan pedoman penilaian sesuai dengan bentuk dan teknik penilaian yang dipilih. 4. Melaksanakan tes, pengamatan, penugasan, dan bentuk lain yang diperlukan. 5. Mengolah hasil penilaian untuk mengetahui kemajuan hasil belajar dan kesulitan belajar siswa. 6. Mengembalikan hasil pemeriksaan pekerjaan siswa disertai balikan atau komentar yang mendidik. 7. Memanfaatkan hasil penilaian untuk perbaikan pembelajaran. 8. Melaporkan hasil penilaian mata pelajaran kepada pemimpin satuan pendidikan pada setiap akhir semester dalam bentuk nilai prestasi belajar siswa disetai deskripsi singkat sebagai cerminan kompetensi utuh. SISTEM PENILAIN YANG DILAKUKAN PENDIDIK Penilaian yang dilakukan pendidik merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar. Hal ini berarti bahwa semua indikator harus dibuat soalnya, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar apa saja yang sudah atau belum dikuasai siswa. Hal ini dijadikan dasar menentukan keputusan, melanjutkan ke jenjang berikutnya, atau remedial. Pada prinsipnya, semua siswa dilayani sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Berkaitan dengan proses pembelajaran bahasa Jawa yang menitikberatkan penggunaan bahasa, indikator yang dikembangkan lebih banyak mencakup tuntutan performansi berbahasa secara aktif-reseptif dan aktif produktif. Untuk itu, soal-soal ujian yang dibuat berdasarkan indikator-indiktor tersebut sebaiknya benar-benar mencerminkan tuntutan indikator. Apabila indikator menuntut siswa melakukan performansi berbahasa lisan atau tertulis, soal-soal ujian itu juga seharusnya menjadikan siswa berunjuk kerja bahasa secara lisan atau tertulis. Bentuk ujian yang dipergunakan antara lain dapat berupa pertanyaan lisan di kelas, tes atau ulangan harian, praktik berbahasa, tugas rumah secara individual atau kelompok, dan tes atau ulangan akhir semester. TEKNIK DAN INSTRUMEN PENILAIAN Penilaian proses belajar dan hasil belajar siswa dapat menggunakan teknik tes dan non tes. Teknik tes berbentuk tes tertulis, tes lisan, dan tes perbuatan atau kinerja. Tes tertulis dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tes objektif dan tes uraian. Tes objektif mencakup empat jenis yakni (a) tes objektif melengkapi, (b) tes objektif pilihan, (c) tes objektif menjodohkan, dan (d) tes objektif benar-salah. Tes uraian dibedakan menjadi dua, yaitu uraian terbatas dan uraian bebas. Tes uraian bebas adalah suatu bentuk pertanyaan yang menuntut jawaban siswa dalam bentuk uraian dengan bahasa siswa sendiri. Dalam tes uraian bebas siswa relatif bebas untuk mendekati masalahnya, menentukan informasi faktual yang digunakannya, mengorgani-sasikan jawaban dan seberapa besar tekanan yang diberikan pada setiap aspek jawabannya. Dengan demikian tes uraian bebas ini dapat dipergunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam menganalisis, mensintesis fakta-fakta dan konsep-konsep yang dipahaminya. Jawaban tes uraian bebas ini menunjukkan kualitas cara berpikir siswa, aktivitas kognitif tingkat tinggi, dan kedalaman pemahaman siswa terhadap masalah yang dihadapi. Tes lisan adalah tes yang jawabannya dikemukakan dalam bentuk lisan, sedangkan tes perbuatan adalah tes yang disampaikan dalam bentuk perbuatan, seperti tes berbicara, tes membaca indah, dan membaca nyaring. Penilaian yang menggunakan nontes dapat dilakukan dengan pengamatan (observasi), wawancara, tugas atau proyek, dan portofolio. Penilaian dengan teknik observasi dilakukan selama pembelajaran berlangsung dan atau di luar kegiatan pembelajaran. Untuk mempermudah pengamatan, terlebih dahulu harus mempersiapkan panduan pengamatan dengan menuliskan aspek-aspek yang akan diamati. Wawancara merupakan suatu cara yang dipergunakan untuk mendapatkan informasi dari responden dengan melakukan tanya jawab sepihak. Artinya pertanyaan hanya dari pihak pewawancara, sedangkan responden hanya menjawab. Wawancara dibedakan menjadi dua, yakni wawancara terpimpin dan wawancara bebas. Wawancara terpimpin bila pewawancara telah mempersiapkan pertanyaan secara sistematis. Kadang-kadang kemungkinan jawaban juga sudah dipersiapkan baik oleh pewawancara atau responden. Pokok-pokok yang akan ditanyakan juga sering diberikan lebih dahulu pada pihak responden sehingga pihak responden sudah mempersipkan jawaban sebelumnya. Wawancara bebas adalah wawancara yang dilakukan tanpa banyak persiapan, baik pihak responden maupun pihak pewawancara. Pertanyaan yang akan diajukan belum dipersipkan sehingga kemungkinan akan muncul secara sporadis berdasarkan situasi dan kondisi. Pihak responden pun bebas menguaraian jawaban dan pendapat-pendapatnya. Wawancara terbatas akan menghasilkan informasi yang sistematis dan pasti, sedangkan wawancara bebas akan mendapatkan informasi yang luas dan tidak sistematis. Wawancara tidak sama dengan tes lisan, paling tidak dari segi karakter informasi yang akan digali. Wawancara lebih banyak menggali sikap, motivasi, aspirasi responden sedangkan tes lisan untuk mengungkap tingkat pemahaman atau penguasaan materi. Untuk menjembatani karakter kedua wawancara, sering muncul jenis wawancara bebas terpimpin. Artinya pewawancara sudah mempersiapkan pokok-pokok yang akan ditanyakan. Pokok-pokok tersebut dapat berkembang sesuai dengan situasi dan kondisi tetapi masih tetap terkendali. Tugas dapat dikerjakan secara individu maupun kelompok agar pembelajaran, penguatan, dan pengayaan untuk kompetensi dasar tertentu dapat tercapai. Tugas dapat diberikan secara periodik untuk mengukur kognitif tingkat tinggi, misalnya aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Dapat pula digunakan untuk mengukur aspek psikomotor. Tugas dapat diberikan setiap akhir pembelajaran atau akhir silabus pembelajaran dengan tujuan untuk pengayaan materi. Proyek merupakan bentuk tugas yang bersifat kompleks dan membutuhkan jawaban berupa hasil kerja. Proyek dapat melibatkan serangkaian kegiatan yang sistematis dalam waktu yang relatif lama. Misalnya pembuatan laporan kegiatan. Laporan kegiatan memerlukan serangkaian aktivitas pengumpulan dan pengorganisasian data, analisis data, dan penyajian data. Pembuatan suatu bentuk karangan, misalnya karya ilmiah, naskah drama, dan pembuatan majalah dinding dapat diberikan dalam bentuk proyek. Proyek dapat diberikan sebanyak dua atau tiga kali dalam satu semester. Portofolio adalah kumpulan pekerjaan seseorang yang dalam bidang pendidikan berarti kumpulan dari tugas-tugas siswa. Penilaian portofolio pada dasarnya adalah penilaian terhadap karya-karya individu untuk suatu mata pelajaran tertentu. Semua tugas penulisan yang dikerjakan siswa dalan jangka waktu tertentu, misalnya satu semester dikumpulkan, kemudian dilakukan penilaian. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan penilaian portofolio yang antara lain sebagai berikut : (1) karya yang dikumpulkan benar-benar merupakan karya siswa yang bersangkutan (2) karya siswa yang dijadikan contoh pekerjaan yang akan dinilai haruslah yang mencerminkan perkembangan, (3) kriteria yang dipakai untuk menilai portofolio haruslah telah ditetapkan sebelumnya, (4) siswa diminta menilai secara terus-menerus hasil portofolionya, (5) perlu dilakukan pertemuan dengan siswa yang dinilai. Selain itu, penilaian portofolio memiliki karakteristik tertentu yang berbeda dengan tes bentuk objektif sehingga penggunaannya juga harus sesuai dengan tujuan atau kemampuan dasar dan substansi yang akan diukur. PENDEKATAN TES BAHASA Pendekatan tes bahasa dibedakan menjadi 4, yaitu pendekatan tes struktural, integratif, pragmatik, dan komunikatif (Nurgiyantoro 2001:169-190). a. Pendekatan Tes Struktural Dalam pendekatan struktural, bahasa dianggap sebagai sesuatu yang memiliki struktur yang tertata rapi dan terdiri dari komponen-komponen bahasa, yaitu komponen bunyi bahasa, kosakata, dan tatabahasa. Komponen-komponen itu tersusun secara berjenjang menurut suatu struktur tertentu. Dalam struktur itu, bagian-bagian kecil bersama-sama membentuk bagian yang lebih besar, bagian-bagian lebih besar membentuk bagian-bagian yang lebih besar lagi, dan demikian selanjutnya, sampai terbentuknya bahasa sebagai struktur terbesar. Penerapan pendekatan struktur dapat ditemukan dalam pengajaran bahasa dalam bentuk pengajaran komponen-komponen kebahasaan secara terpisah seperti bunyi bahasa, kata, frase, kalimat, dan sebagainya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tes ini sama dengan tes teori bahasa atau tatabahasa. Tes struktural meliputi tes bunyi bahasa, struktur kata, struktur frase, dan struktur kalimat. b. Pendekatan Tes Integratif Pendekatan integratif menekankan bahwa bahasa merupakan penggabungan dari bagian-bagian komponen-komponen bahasa yang bersama-sama membentuk bahasa. Bahasa merupakan suatu integrasi dari bagian-bagian terkecil yang membentuk bagian-bagian yang lebih besar, yang secara bertahap dan berjenjang membentuk bagian-bagian yang lebih besar lagi yang pada akhimya merupakan bentukan terbesar berupa bahasa seutuhnya. Tes integratif digunakan untuk mengukur penguasaan kemampuan berbahasa atas dasar penguasaan terhadap gabungan antara beberapa bagian dari komponen bahasa dan kemampuan berbahasa. Tes integratif disajikan pada penggunaan bahasa dalarn konteks yang besarnya dan beragam. Konteks yang kecil ditemukan pada kata-kata, kata-kata dalam kalimat, atau kalimat-kalimat dalam wacana. Bahasa dalam konteks hanya dapat dipahami melalui pemahaman terhadap gabungan berbagai bagian dari komponen bahasa dan kemampuan berbahasa, seperti yang dapat ditemukan dalam penggunaan bahasa senyatanya. Bentuk tes menggunakan kalimat, melengkapi kalimat atau teks bacaan, merupakan beberapa bentuk tes dengan pendekatan integratif. Mengerjakan tes semacam itu selalu mempersyaratan penggunaan lebih dari satu bagian komponen bahasa atau kemampuan berbahasa sekaligus secara integratif. Penggabungan itu dapat terjadi antara satu bagian dari kemampuan berbahasa atau komponen bahasa dengan bagian yang lain, atau satu bagian dengan bagian lain dari kedua komponen itu. Mengubah bentuk suatu kalimat menjadi bentuk kalimat yang lain misalnya, tidak saja menuntut kemampuan tentang susunan kalimat sebagai bagian dari tatabahasa, melainkan juga memerlukan penguasaan perubahan bentuk kata, dan bahkan makna kata-katanya yang merupakan bagian dari penguasaan kosakata. Hal ini tergantung pada jenis dan bentuk tesnya, penggabungan itu dapat meliputi banyak aspek kebahasaan. Tes memahami bacaan misalnya, mempersyaratkan penggunaan beberapa aspek kemampuan berbahasa dan komponen bahasa, tidak saja pemahaman isi bacaan, melainkan juga pernahaman organisasi bacaan, struktur kalimat, bahkan kosakata. Semua itu terintegrasikan dalam bacaan yang harus dipaharni secara integratif pula, sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dalam tes integratif. Tes bahasa dengan pendekatan integratif juga dapat dilakukan dengan mengintegrasikan tes keterampilan berbahasa, misalnya tes membaca digabungkan dengan tes menulis, tes menyimak digabungkan dengan tes berbicara, tes membaca digabungkan dengan tes berbicara, dan lain-lainnya. c. Pendekatan Tes Pragmatik Pendekatan pragmatik mengutamakan peranan penggunaan bahasa yang melibatkan tidak saja unsur-unsur kebabasaan seperti kata-kata, frase atau kalimat melainkan unsur-unsur di luarnya juga, yang selalu terkait dalam setiap bentuk penggunaan bahasa. Kehadiran unsur-unsur non-kebahasaan yang tidak dapat dihindarkan dalam berbahasa menghasilkan suatu bentuk penggunaan bahasa yang lengkap, yang mampu mengangkapkan pesan sesuai dengan yang ingin disampaikan oleh pemakai bahasa. Hal-hal yang tidak diungkapkan secara eksplisit melalui ungkapan kebahasaan, dilengkapi secara implisit melalui unsur-unsur non-kebahasaan. Pemahaman terhadap ungkapan kebahasaan seutuhnya, mempersyaratkan pemahaman terhadap seluruh unsur itu, baik unsur kebahasaan maupun unsur non-kebahasaan, yang saling melengkapi. Sisi lain dari pendekatan pragmatik yang menekankan eratnya kaitan antara unsur kebahasaan dan non-kebahasaan dalam penggunaan bahasa seutuhnya adalah tidak dapat dihindarkannya adanya berbagai kendala. Dipercayai bahwa dalam kehidupan nyata sehari-hari, nyaris tidak ada penggunaan bahasa yang utuh dan murni tanpa hadirnya unsur-unsur lain di dalamnya sebagai kendala. Unsur-unsur itu dapat berupa unsur kebahasaan, seperti penambahan atau pengurangan kata-kata secara tidak disengaja. Unsur itu dapat pula berupa unsur non-kebahasaan, seperti suara-suara lain, peristiwa dan keadaan sekitar, tingkah laku orang-orang sekitar, dan sebagainya yang terjadi pada saat yang bersamaan dengan suatu penggunaan bahasa. Semua itu menghasilkan penggunaan bahasa yang tidak seutuh dan semurni seperti dimaksudkan oleh pemakainya. Seperti itulah penggunaan bahasa senyatanya yang pragmatik, yang tidak utuh dan tidak murni. Meskipun demikian, pesan yang terkandung dalam bahasa yang digunakan senyatanya dengan berbagai macam kendala itu pada umumnya dapat dipahami, berkat kemampuan berbahasa pragmatik yang diakui keberadaannya dalam pendekatan pragmatik. Dalam tes bahasa, pendekatan pragmatik mendasari penggunaan beberapa jenis tes tertentu, khususnya tes cloze atau C-tes, sebagai suatu bentuk pengembangan tes cloze. Sesuai dengan pandangannya terhadap bahasa, bentuk-bentuk tes bahasa itu dalam pendekatan pragmatik dianggap sebagai tes yang memenuhi ciri-ciri pragmatik. Bentuk-bentuk tes itu selalu menggunakan wacana yang mengandung konteks, bukan semata-mata kalimat atau kata-kata lepas. Mengerjakan tes yang menggunakan wacana, mempersyaratkan kemampuan memahami unsur-unsur kebahasaan maupun non-kebahassan, sebagai bagian dari pemahaman terhadap wacana secara keseluruhan. Dan hal itu sesuai dengan persyaratan pendekatan pragmatik. Di dalam wacana yang digunakan itu terdapat pula berbagai gangguan, berupa bagian-bagian yang hilang, atau menjadi kabur dan kurang jelas, seperti dalam tes cloze atau C-tes. Hal itupun sesuai dengan ciri pendekatan pragmatik yang lain, yaitu adanya kendala berupa gangguan dalam penggunaan bahasa secara alamiah. Tes yang dikembangkan atas dasar pendekatan pragmatik, ditandai dengan adanya tugas untuk memahami wacana melalui pemahaman unsur-unsur kebahasaan yang digunakan secara wajar, termasuk adanya berbagai kendala yang secara wajar terdapat pula di dalamnya. Di samping itu, tes berbicara juga dapat termasuk tes pragmatik. Pemahaman secara pragmatik itu menuntut pula kemampuan uniuk memahami kaitan antara unsur-unsur kebahasaan dan unsur-unsur non-kebahasaan yang terkandung dalam wacana. Tes pragmatik mempunyai persamaan dengan tes komunikatif (Valette dalam Nurgiyantoro2001:178) yaitu keduanya menekankan kemampuan berkomunikasi dengan bahasa dalam situasi tertentu. Penilaiannya ditekankan pada kemampuan menghasilkan dan memahami informasi dan bukan pada ketepatan bahasa yang digunakan. d. Pendekatan Tes Komunikatif Pendekatan komunikatif mendasarkan pandangannya terhadap penggunaan bahasa dalam komunikasi sehari-hari senyatanya. Pendekatan ini meninggalkan pendekatan struktural. Sebagai suatu pendekatan dengan orientasi psikolinguistik dan sosiolinguistik, pendekatan komunikatif mementingkan peranan unsur-unsur non-kebahasaan terutama unsur-unsur yang terkait dengan terlaksananya komunikasi yang baik. Namun, berbeda dengan pendekatan pragmatik yang menekankan peranan konteks dalam penggunaan bahasa, pendekatan komunikatif memperluas unsur konteks itu dengan memperhatikan unsur-unsur yang mengambil bagian dalam terwujudnya komunikasi yang baik. Sebagai akibatnya, pendekatan komunikatif secara rinci mempersoalkan seluk-beluk komunikasi yang merupakan tujuan pokok penggunaan bahasa. Unsur-unsur seperti siapa yang terlibat dalam berkomunikasi, bagaimana hubungan antara mereka yang melakukan komunikasi, apa maksud dan tujuan diadakannya komunikasi, dalam keadaan bagaimana komunikasi tejadi, kapan dan bagaimana komunikasi terjadi, dan sebagainya sangat menentukan wujud bahasa yang digunakan. Penerapan pendekatan komunikatif dalam tes bahasa, berdampak terhadap beberapa segi penyelenggaraannya, terutama jenis dan isi wacana yang digunakan, kemampuan berbahasa yang dijadikan sasaran, serta bentuk tugas, soal, atau pertanyaannya. Semua itu harus ditentukan atas dasar ciri komunikatifnya, yaitu hubungan dan kesesuaiannya dengan penggunaan bahasa dalam komunikasi senyatanya. Untuk memastikan apakah penyelenggaraan tes bahasa sesuai dengan, atau setidak-tidaknya mendekati ciri-ciri pendekatan komunikatif, perlu dikaji apakah wacana yang digunakan, pertanyaan yang diajukan, dan jawaban yang diharapkan, benar-benar scsuai dengan ciri-cirl penggunaan bahasa yang komunikatif Tes bahasa komunikatif meliputi tes mendengarkan, tes membaca, tes berbicara dan tes menulis. TES BAHASA JAWA Dalam pembelajaran bahasa, tes juga merupakan alat ukur yang paling banyak digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar berbahasa. Alat ukur ini digunakan untuk mengukur kemampuan berbahasa. Tes bahasa Jawa dengan pendekatan komunikatif ada empat macam, yaitu tes mendengarkan, tes berbicara, tes membaca, dan tes menulis. 1. Tes Mendengarkan Tes mendegarkan untuk mengukur kompetensi siswa menangkap dan memahami informasi yang diterima melalui pendengaran, Tes mendengarkan pada dasarya lebih bersifat kognitif. Pada jenjang yang lebih tinggi dapat dideskripsikan sebagai kemampuan menganalisis dan menyimpulkan suatu pesan yang disampaikan secara lisan. Tes mendengarkan diselenggarakan dengan memperdengarkan wacana lisan, baik secara langsung maupun tidak langsung (melalui rekaman). Tes mendengarkan dapat berupa tugas yang harus dikerjakan siswa atau pertanyaan yang harus dijawab siswa. Jawaban bisa berupa uraian atau pilihan, contoh wacana yang diperdengarkan : Sarna : “Dhik Kardi penjenengan menika nanem menapa?” Kardi : “Nanem jeram siyem.” Sarna : “Menapa benten kaliyan jeram keprok?” Kardi : “Sejatosipun nunggal jinis, menawi jeram siyem kulitipun tipis, alus, lan rekaos dipunonceki, nanging menawi jeram keprok kulitipun kandel radi kasar, lan gampil dipunonceki.” Pertanyaan Uraian 1. Sinten ingkang nanem jeram? 2. Ingkang dipuntanem jeram menapa? 3. Kados pundi titikanipun jeram keprok menika? 4. Menapa bentenipun jeram siyem kaliyan jeram keprok menika? Pertanyaan pilihan Titikanipun jeram siyem menika …. a. kulitipun tipis, alus, gampil dipunonceki. b. kulitipun alus, tipis, rekaos dipunonceki c. kulitipun kasar, kandel, gampil dipunonceki d. kulitipun kandel, alus, gampil dipunonceki 2. Tes Berbicara Mengevaluasi kemampuan berbicara seseorang merupakan suatu kegiatan yang sulit. Tes kemampuan berbicara tidak hanya mengevaluasi kemampuan memahami apa yang diucapkan tetapi juga mengevaluasi kemampuan mengkomunikasikan gagasan yang tentu saja mencakup kemampuan menggunakan kata, kalimat, dan wacana yang diklasifikasikan sebagai menggunakan keterampilan (psikomator) sekaligus mencakup kemampuan kognitif dan afektif. Dalam proses mengajar, guru sering melakukan tes berbicara secara informal, misalnya dengan meminta siswa berbicara atau bercerita. Tes tersebut sering kali dilakukan tanpa dirancang dengan baik terlebih dahulu dan ucapan siswa pada saat berbicara juga tidak direkam. Siswa diminta berbicara, guru mendengarkan dan langsung memberi nilai. Penilaian seperti ini tidak memenuhi syarat evaluasi yang baik. Dalam evaluasi berbicara akan lebih baik jika penilaiannya disusun secara cermat. Tes berbicara pada umumnya mencakup aspek ucapan, intonasi, pilihan kata, organisasi isi, dan kelancaran. Dalam tes berbicara bahasa Jawa harus meliputi pocapan ‘pelafalan’, polatan tindak tanduk berbahasa’, dan patrap/ penerapan unggah-ungguh basa ‘Penerapan kaidah berbahasa’ Tes berbicara dapat diselenggarakan secara terkendali atau terpimpin dan secara bebas. Penyelenggaraan tes berbicara secara terkendali dapat berupa menceritakan gambar atau menceritakan kembali yang telah disampaikan sebelumnya secara lisan atau tertulis. Dalam penyelenggaraan tes berbicara secara bebas, siswa diberi kebebasan untuk menentukan sendiri masalah yang ingin dibicarakan. Dalam hal ini guru dapat menyediakan pilihan topic dan batasan waktu. Aspek yang dinilai dalam tes berbicara adalah diksi, intonasi, pelafalan, struktur, organisasi isi, dan kelancaran. 3. Tes Membaca Pada dasarnya tes membaca itu meliputi tes perbuatan dan tes pemahaman isi bacaan. Tes perbuatan antara lain tes membaca indah, membaca teks, membaca susunan acara, dll. Aspek yang dinilai adalah ketepatan intonasi, pelafalan, dan kelancaran. Tes pemahaman isi bacaan atau tes membaca pemahaman untuk mengukur kemampuan siswa memahami isi atau informasi yang terdapat dalam wacana tulis. Dengan demikian yang dinilai adalah ketepatan isi atau pemehaman isi bacaan. Tes ini dapat berupa pertanyaan yang dijawab secara uraian dan pilihan untuk menjawab pertanyaan dari apa yang telah dibacanya. Selain bentuk tes tersebut, tes membaca dapat berupa meringkas, menceritakan kembali, dan cloze seperti berikut: Widhi tuku buku ing Gramedia diterake ibune. Ibune ya arep ………. Jaya Baya. Panjenengane seneng ………… kalawarti basa Jawa, amarga akeh seserepane. Saiki Widhi ya seneng ……………… kalawarti basa Jawa. 4. Tes Menulis Kemampuan menulis mencakup aspek pemakaian ejaan, pungtuasi, struktur kalimat, kosa kata, serta penyusunan paragraf. Oleh karena itu, dalam evaluasi menulis juga harus memperhatikan aspek tersebut. Tes menulis dapat diselenggarakan secara bebas dan terpimpin. Tes menulis secara bebas, siswa diberi kebebasan untuk menentukan sendiri masalah yang ingin ditulis. Dalam hal ini guru dapat menyediakan pilihan topik dan batasan jumlah kata. Penyelenggaraan tes menulis secara terpimpin dapat berupa menceritakan gambar atau menceritakan kembali yang telah disampaikan sebelumnya secara lisan atau tertulis, menyusun kalimat berdasarkan kata-kata yang telah disediakan, menyusun laporan, dikte, terjemahan, melanjutkan tulisan, pembentukan kata dalam wacana dan penerapan ejaan. Tes pembentukan kata: Dhek malem Minggu aku (tonton) wayang ing (dalem) pak Sarikun. Pak Sarikun (sunat) putrane kathi (tanggap) wayang…. BAHAN ACUAN Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE. Oller, John W. 1979. Language Test at School, A Pragmatic Approach. London: Longman Group. Purwanto, M Ngalim. 2009. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. Pusat Kurikulum. 2003a. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Penilaian Berbasis Kelas. Jakarta: Depdiknas. Pusat Kurikulum. 2003b. Kurikulum 2004: Pedoman Umum Pengembangan Penilaian. Jakarta: Depdiknas, Direktorat Pendidikan Menengah Umum. Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Surapranata, Sumarna. 2005. Panduan Penulisan Tes Tertulis Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: Remaja Rosdakarya. Suyoto, Pujiati & Iim Rahmina. 1999. Evaluasi Pengajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas terbuka. Valetee, Robecca M. 1977. Modern Language Testing. New York: Harcourt Brace Jovanovich TEKNIK DAN INSTRUMEN PENILAIAN Penilaian proses belajar dan hasil belajar siswa dapat menggunakan teknik tes dan non tes. Teknik tes berbentuk tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik atau kinerja. Tes tertulis dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tes objektif dan tes uraian. Tes objektif mencakup empat jenis yakni (a) tes objektif melengkapi, (b) tes objektif pilihan, (c) tes objektif menjodohkan, dan (d) tes objektif benar-salah. Tes uraian dibedakan menjadi dua, yaitu uraian terbatas dan uraian bebas. Tes uraian bebas adalah suatu bentuk pertanyaan yang menuntut jawaban siswa dalam bentuk uraian dengan bahasa siswa sendiri. Dalam tes uraian bebas siswa relatif bebas untuk mendekati masalahnya, menentukan informasi faktual yang digunakannya, mengorgani-sasikan jawaban dan seberapa besar tekanan yang diberikan pada setiap aspek jawabannya. Dengan demikian tes uraian bebas ini dapat dipergunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam menganalisis, mensintesis fakta-fakta dan konsep-konsep yang dipahaminya. Jawaban tes uraian bebas ini menunjukkan kualitas cara berpikir siswa, aktivitas kognitif tingkat tinggi, dan kedalaman pemahaman siswa terhadap masalah yang dihadapi. Penilaian yang menggunakan nontes dapat dilakukan dengan pengamatan (observasi), wawancara, tugas atau proyek, dan portofolio. Penilaian dengan teknik observasi dilakukan selama pembelajaran berlangsung dan atau di luar kegiatan pembelajaran. Untuk mempermudah pengamatan, terlebih dahulu harus mempersiapkan panduan pengamatan dengan menuliskan aspek-aspek yang akan diamati. Wawancara merupakan suatu cara yang dipergunakan untuk mendapatkan informasi dari responden dengan melakukan tanya jawab sepihak. Artinya pertanyaan hanya dari pihak pewawancara sedangkan responden hanya menjawab. Wawancara dibedakan menjadi dua, yakni wawancara terpimpin dan wawancara bebas. Wawancara terpimpin bila pewawancara telah mempersiapkan pertanyaan secara sistematis. Kadang-kadang kemungkinan jawaban juga sudah dipersiapkan baik oleh pewawancara atau responden. Pokok-pokok yang akan ditanyakan juga sering diberikan lebih dahulu pada pihak responden sehingga pihak responden sudah mempersipkan jawaban sebelumnya. Wawancara bebas adalah wawancara yang dilakukan tanpa banyak persiapan, baik pihak responden maupun pihak pewawancara. Pertanyaan yang akan diajukan belum dipersipkan sehingga kemungkinan akan muncul secara sporadis berdasarkan situasi dan kondisi. Pihak responden pun bebas menguaraian jawaban dan pendapat-pendapatnya. Wawancara terbatas akan menghasilkan informasi yang sistematis dan pasti sedangkan wawancara bebas akan mendapatkan informasi yang luas dan tidak sistematis. Wawancara tidak sama dengan tes lisan, paling tidak dari segi karakter informasi yang akan digali. Wawancara lebih banyak menggali sikap, motivasi, aspirasi responden sedangkan tes lisan untuk mengungkap tingkat pemahaman atau penguasaan materi. Untuk menjembatani karakter kedua wawancara, sering muncul jenis wawancara bebas terpimpin. Artinya pewawancara sudah mempersiapkan pokok-pokok yang akan ditanyakan. Pokok-pokok tersebut dapat berkembang sesuai dengan situasi dan kondisi tetapi masih tetap terkendali. Tugas dapat dikerjakan secara individu maupun kelompok agar pembelajaran, penguatan, dan pengayaan untuk kompetensi dasar tertentu dapat tercapai. Tugas dapat diberikan secara periodik untuk mengukur kognitif tingkat tinggi, misalnya aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Dapat pula digunakan untuk mengukur aspek psikomotor. Tugas dapat diberikan setiap akhir pembelajaran atau akhir silabus pembelajaran dengan tujuan untuk pengayaan materi. Proyek merupakan bentuk tugas yang bersifat kompleks dan membutuhkan jawaban berupa hasil kerja. Proyek dapat melibatkan serangkaian kegiatan yang sistematis dalam waktu yang relatif lama. Misalnya pembuatan laporan kegiatan. Laporan kegiatan memerlukan serangkaian aktivitas pengumpulan dan pengorganisasian data, analisis data, dan penyajian data. Pembuatan suatu bentuk karangan, misalnya karya ilmiah, naskah drama, dan pembuatan majalah dinding dapat diberikan dalam bentuk proyek. Proyek dapat diberikan sebanyak dua atau tiga kali dalam satu semester. Portofolio adalah kumpulan pekerjaan seseorang yang dalam bidang pendidikan berarti kumpulan dari tugas-tugas siswa. Penilaian portofolio pada dasarnya adalah penilaian terhadap karya-karya individu untuk suatu mata pelajaran tertentu. Semua tugas penulisan yang dikerjakan siswa dalan jangka waktu tertentu, misalnya satu semester dikumpulkan, kemudian dilakukan penilaian. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan penilaian portofolio yang antara lain sebagai berikut : (1) karya yang dikumpulkan benar-benar merupakan karya siswa yang bersangkutan (2) karya siswa yang dijadikan contoh pekerjaan yang akan dinilai haruslah yang mencerminkan perkembangan, (3) kriteria yang dipakai untuk menilai portofolio haruslah telah ditetapkan sebelumnya, (4) siswa diminta menilai secara terus-menerus hasil portofolionya, (5) perlu dilakukan pertemuan dengan siswa yang dinilai. Selain itu, penilaian portofolio memiliki karakteristik tertentu yang berbeda dengan tes bentuk objektif sehingga penggunaannya juga harus sesuai dengan tujuan atau kemampuan dasar dan substansi yang akan diukur. TES BAHASA JAWA Tes bahasa Jawa bada empat macam, yaitu tes mendengarkan, tes berbicara, tes membaca, dan tes menulis. 1. Tes Mendengarkan Tes mendegarkan untuk mengukur kompetensi siswa menangkap dan memahami informasi yang diterima melalui pendengaran, Tes mendengarkan diselenggarakan dengan memperdengarkan wacana lisan, baik secara langsung maupun tidak langsung (melalui rekaman). Tes mendengarkan dapat berupa tugas yang harus dikerjakan siswa atau pertanyaan yang harus dijawab siswa. Jawaban bias berupa uraian atau pilihan, contoh wacana yang diperdengarkan : Sarna : Dhik Kardi penjenengan menika nanem menapa? Kardi : Nanem jeram siyem Sarna : Menapa benten kaliyan jeram keprok? Kardi : Sejatosipun nunggal jinis, menawi jeram siyem kulitipun tipis, alus, lan rekaos dipunonceki, nanging menawi jeram keprok kulitipun kandel radi kasar, lan gampil dipunonceki. Pertanyaan Uraian 1. Sinten ingkang nanem jeram? 2. Ingkang dipuntanem jeram menapa? 3. Kados pundi titikanipun jeram keprok menika? 4. Menapa bentenipun jeram siyem kaliyan jeram keprok menika? Pertanyaan pilihan Titikanipun jeram siyem menika …. a. kulitipun tipis, alus, gampil dipunonceki. b. kulitipun alus, tipis, rekaos dipunonceki c. kulitipun kasar, kandel, gampil dipunonceki d. kulitipun kandel, alus, gampil dipunonceki 2. Tes Berbicara Tes berbicara dapat diselenggarakan secara terkendali atau terpimpin dan secara bebas. Penyelenggaraan tes berbicara secara terkendali dapat berupa menceritakan gambar atau menceritakan kembali yang telah disampaikan sebelumnya secara lisan atau tertulis. Dalam penyelenggaraan tes berbicara secara bebas, siswa diberi kebebasan untuk menentukan sendiri masalah yang ingin dibicarakan. Dalam hal ini guru dapat menyediakan pilihan topic dan batasan waktu. Aspek yang dinilai dalam tes berbicara adalah diksi, intonasi, pelafalan, struktur, organisasi isi, dan kelancaran. 3. Tes Membaca Pada dasarnya tes membaca itu meliputi tes perbuatan dan tes pemahaman isi bacaan. Tes perbuatan antara lain tes membaca indah, membaca teks, membaca susunan acara, dll. Aspek yang dinilai adalah ketepatan intonasi, pelafalan, dan kelancaran. Tes pemahaman isi bacaan atau tes membaca pemahaman untuk mengukur kemampuan siswa memahami isi atau informasi yang terdapat dalam wacana tulis. Dengan demikian yang dinilai adalah ketepatan isi atau pemehaman isi bacaan. Tes ini dapat berupa pertanyaan yang dijawab secara uraian dan pilihan untuk menjawab pertanyaan dari apa yang telah dibacanya. Selain bentuk tes tersebut, tes membaca dapat berupa meringkas, menceritakan kembali, dan cloze seperti berikut: Widhi tuku buku ing Gramedia diterake ibune. Ibune ya arep ………. Jaya Baya. Panjenenganipun remen ………… kalawarti basa Jawa, amarga akeh seserepane. Saiki Widhi ya seneng ……………… kalawarti basa Jawa. 4. Tes Menulis Tes menulis dapat diselenggarakan secara bebas dan terpimpin. Tes menulis secara bebas, siswa diberi kebebasan untuk menentukan sendiri masalah yang ingin ditulis. Dalam hal ini guru dapat menyediakan pilihan topik dan batasan jumlah kata. Penyelenggaraan tes menulis secara terpimpin dapat berupa menceritakan gambar atau menceritakan kembali yang telah disampaikan sebelumnya secara lisan atau tertulis, menyusun kalimat berdasarkan kata-kata yang telah disediakan, menyusun laporan, dikte, terjemahan, melanjutkan tulisan, pembentukan kata dalam wacana dan penerapan ejaan. Tes Pembentukan kata: Jumbuh kaliyan asas demokrasi Pancasila, nagari kita (wonten) pemilu. Amargi nagari kita (dhasar) kedaulatan rakyat. Dene kangge (tindak) kedaulatan rakyat (betah) wakil rakyat ingkang (pilih) lumantar pemilu. Dados pemilu menika satunggaling sarana kangge (pilih) wakil-wakil rakyat ingkang kapitados.