sugeng rawuh sedaya mawon
sugeng rawuh kanca-kanca yuk sami gabung
Sabtu, 07 Desember 2013
harya penangsan mas
Arya Penangsang
Dari Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas
Arya Penangsang atau Arya
Jipang atau Ji Pang Kang[1] adalah Bupati
Jipang Panolan yang
memerintah pada pertengahan abad ke-16. Ia melakukan pembunuhan terhadap Sunan
Prawoto, penguasa
terakhir Kerajaan
Demak tahun 1549,
namun dirinya sendiri kemudian tewas ditumpas para pengikut Hadiwijaya, penguasa Pajang. Riwayat
mengenai Arya Penangsang tercantum dalam beberapa serat dan babad yang ditulis
ulang pada periode bahasa Jawa Baru (abad ke-19), seperti Babad
Tanah Jawi dan Serat Kanda. Arya Penangsang juga terkenal sakti
mandraguna.
Daftar isi
Silsilah
Menurut Serat
Kanda, Ayah dari Arya Penangsang adalah Raden Kikin atau sering
disebut sebagai Pangeran Sekar, putra Raden
Patah raja Demak
pertama. Ibu Raden Kikin adalah putri bupati Jipang sehingga ia bisa mewarisi
kedudukan kakeknya. Selain itu Arya Penangsang juga memiliki saudara lain ibu
bernama Arya
Mataram.
Pada tahun 1521
anak pertama Raden Patah yang bernama Adipati Kudus (orang Portugis menyebutnya Pate Unus, dikenal juga
sebagai Pangeran Sabrang Lor karena melakukan penyerangan ke Malaka
yang dikuasai Portugis) gugur dalam perang. Kedua adiknya, yaitu Raden Kikin
dan Raden Trenggana, malah berebut takhta. Raden Mukmin atau yang disebut juga
sebagai Sunan Prawoto (putra pertama Raden Trenggana) membunuh Raden Kikin
sepulang salat
Jumat di tepi sungai
dengan menggunakan keris Kyai
Setan Kober yang dicurinya
dari Sunan
Kudus. Sejak itu,
Raden Kikin terkenal dengan sebutan Pangeran Sekar Seda ing Lepen
("Bunga yang gugur di sungai").
Sepeninggal
ayahnya, Arya Penangsang menggantikan sebagai bupati Jipang Panolan. Saat itu
usianya masih anak-anak, sehingga pemerintahannya diwakili Patih Matahun. Ia
dibantu oleh salah satu senapati Kadipaten Jipang yang terkenal bernama
Tohpati. Wilayah Jipang Panolan sendiri terletak di sekitar daerah Cepu, Blora, Jawa
Tengah.
Aksi pembunuhan
Trenggana naik
takhta Kerajaan
Demak sejak tahun
1521. Pemerintahannya berakhir saat ia gugur di Panarukan, Situbondo tahun 1546. Raden Mukmin menggantikan
sebagai raja keempat bergelar Sunan
Prawoto.
Pada tahun 1549
Arya Penangsang dengan dukungan gurunya, yaitu Sunan
Kudus, membalas
kematian Raden Kikin dengan mengirim utusan bernama Rangkud untuk membunuh Sunan
Prawoto dengan Keris
Kyai Setan Kober. Rangkud sendiri tewas pula, saling bunuh dengan korbannya
itu.
Ratu
Kalinyamat, adik Sunan
Prawoto, menemukan
bukti kalau Sunan
Kudus terlibat
pembunuhan kakaknya. Ia datang ke Kudus meminta
pertanggungjawaban. Namun jawaban Sunan
Kudus bahwa Sunan
Prawoto mati karena karma membuat Ratu
Kalinyamat kecewa.
Ratu
Kalinyamat bersama
suaminya pulang ke Jepara. Di tengah
jalan mereka diserbu anak buah Arya Penangsang. Ratu
Kalinyamat berhasil
lolos, sedangkan suaminya, yang bernama Pangeran Hadari, terbunuh.
Arya Penangsang
kemudian mengirim empat orang utusan membunuh saingan beratnya, yaitu Hadiwijaya, menantu
Trenggana yang menjadi bupati Pajang. Meskipun
keempatnya dibekali keris pusaka Kyai Setan Kober, namun, mereka tetap dapat
dikalahkan Hadiwijaya dan
dipulangkan secara hormat.
Hadiwijaya ganti
mendatangi Arya Penangsang untuk mengembalikan keris Kyai Setan Kober. Keduanya
lalu terlibat pertengkaran dan didamaikan Sunan
Kudus. Hadiwijaya kemudian pamit
pulang, sedangkan Sunan
Kudus menyuruh
Penangsang berpuasa 40 hari untuk menghilangkan Tuah Rajah Kalacakra yang
sebenarnya akan digunakan untuk menjebak Hadiwijaya tetapi malah mengenai Arya
Penangsang sendiri pada waktu bertengkar dengan Hadiwijaya karena emosi Aryo
Penangsang sendiri yang labil.
Sayembara
Dalam
perjalanan pulang ke Pajang, rombongan Hadiwijaya singgah ke
Gunung Danaraja tempat Ratu
Kalinyamat bertapa. Ratu
Kalinyamat mendesak Hadiwijaya agar segera
menumpas Arya Penangsang. Ia,, yang mengaku sebagai pewaris takhta Sunan
Prawoto, berjanji akan
menyerahkan Demak dan Jepara jika Hadiwijaya menang.
Hadiwijaya segan
memerangi Penangsang secara langsung karena merasa sebagai sama-sama murid
Sunan Kudus dan sesama anggota keluarga Demak. Maka
diumumkanlah sayembara, barangsiapa dapat membunuh bupati Jipang tersebut, akan
memperoleh hadiah berupa tanah Pati dan Mataram.
Kedua kakak
angkat Hadiwijaya, yaitu Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi mendaftar sayembara. Hadiwijaya memberikan
pasukan Pajang dan memberikan
Tombak Kyai Plered untuk membantu karena anak angkatnya, yaitu Sutawijaya (putra kandung
Ki Ageng Pemanahan ikut serta.
Kematian
Ketika pasukan Pajang datang
menyerang Jipang, Arya Penangsang sedang akan berbuka setelah keberhasilannya
berpuasa 40 hari. Surat tantangan atas nama Hadiwijaya membuatnya
tidak mampu menahan emosi. Apalagi surat tantangan itu dibawa oleh pekatik-nya
(pemelihara kuda) yang sebelumnya sudah dipotong telinganya oleh Pemanahan dan
Penjawi. Meskipun sudah disabarkan Arya
Mataram, Penangsang
tetap berangkat ke medan perang menaiki kuda jantan yang bernama Gagak Rimang.
Kuda Gagak
Rimang dengan penuh nafsu mengejar Sutawijaya yang mengendarai kuda betina,
melompati bengawan. Perang antara pasukan Pajang dan Jipang
terjadi di dekat Bengawan Sore. Akibatnya perut Arya Penangsang robek terkena
tombak Kyai Plered milik Sutawijaya. Meskipun
demikian Penangsang tetap bertahan. Ususnya yang terburai dililitkannya pada
gagang keris yang terselip di pinggang.
Penangsang
berhasil meringkus Sutawijaya. Saat mencabut
keris Setan Kober untuk membunuh Sutawijaya, usus Arya
Penangsang terpotong sehingga menyebabkan kematiannya.
Dalam
pertempuran itu Ki Matahun, patih Jipang, tewas pula, sedangkan Arya
Mataram meloloskan
diri. Sejak awal, Arya
Mataram memang tidak
pernah sependapat dengan kakaknya yang mudah marah itu.
Dampak budaya
Kisah kematian
Arya Penangsang melahirkan tradisi baru dalam seni pakaian Jawa, khususnya
busana pengantin pria. Pangkal keris yang dipakai
pengantin pria seringkali dihiasi untaian bunga mawar dan melati. Ini merupakan
lambang pengingat supaya pengantin pria tidak berwatak pemarah dan ingin menang
sendiri sebagaimana watak Arya Penangsang.
Tapi bagi
masyarakat sekitar Cepu entah itu yang berada di Kabupaten Blora maupun
Kabupaten Bojonegoro berpendapat lain. Untaian bunga melati pada keris
pengantin pria Jawa diibaratkan sebagai lambang kegagahan Arya Penangsang.
Meskipun telah terburai isi perutnya, namun Arya Penangsang tetap masih mampu
tegap berdiri hingga titik darah penghabisan. Dari perlambang itu, diharapkan
sang pengantin laki-laki kelak bisa menjaga kemakmuran, kebahagiaan, keutuhan
dan kehormatan rumah tangga meski dalam keadaan kritis seperti apa pun. Seperti
halnya Arya Penangsang yang tetap memegang prinsip hingga ajal tiba.
Lihat pula
Kepustakaan
- Babad
Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.).
2007. Yogyakarta: Narasi
- H.J.de
Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Jawa.
Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
- Hayati
dkk. 2000. Peranan Ratu Kalinyamat di jepara pada Abad XVI.
Jakarta: Proyek Peningkatan Kesadaran Sejarah Nasional Direktorat Sejarah
dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan
Nasional
- M.C.
Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press
- Moedjianto.
1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram.
Yogyakarta: Kanisius
Catatan kaki
1.
^ (Indonesia) Muljana,
Slamet (2005). Runtuhnya
kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara. PT LKiS
Pelangi Aksara. hlm. 70. ISBN 9798451163.ISBN
978-979-8451-16-4
Langganan:
Postingan (Atom)